Senin, 22 Agustus 2011

Urgensikah Capres Sarjana?

Urgensikah Capres Sarjana ?

  • Oleh Hananto Widodo
MEMANG isu pendidikan sangat sensitif, apalagi jika isu itu berkaitan dengan politik, misalnya syarat calon presiden (capres). Sebagaimana kita perhatikan akhir-akhir ini, sejumlah elite politik sibuk lagi dengan polemik tentang syarat minimal pendidikan capres, yakni minimal harus sarjana atau strata satu (S1).
Menurut Amien Rais, standar sarjana untuk capres-cawapres relevan dan rasional. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan seorang pemimpin akan berimpilikasi kepada aspek kewibawaan pemimpin tersebut. Standar kesarjanaan itu, setidaknya bisa membuat seorang pemimpin berpola pikir rasional dan mampu mengambil kebijakan yang sistematis.

Senada dengan Amien Rais, Eep Saefulloh menyatakan bahwa kita sebaiknya membandingkan dengan standar pendidikan pemimpin nasional di sejumlah negara lain. Bahkan Eep mengatakan, orang yang ingin maju sebagai capres pada 2009 -seperti Megawati-bisa sekolah lagi (Jawa Pos, 19/03/07).
Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, apakah seorang bergelar sarjana pasti mempunyai kualitas sesuai dengan tingkat pendidikannya? Banyak yang mengatakan, kualitas seseorang tidak bisa diukur dari tingkat pendidikannya. Pendapat itu hanya didasarkan pada realita orang per orang. Ada orang yang tidak sarjana, seperti Adam Malik dan Emha Ainun Nadjib, mempunyai kemampuan melebihi orang yang bergelar sarjana. Namun ingat, jumlah orang seperti itu sangat kecil. Dengan melihat realitas tersebut, apakah seorang capres harus S1? Jawabannya terletak pada kualitas pendidikan di negeri ini.
Kita tentu sudah maklum, jika standar pendidikan kita masih jauh panggang dari api. Masih banyak perguruan tinggi (PT) yang tidak memperhatikan kualitas lulusannya. Banyak sekali dari mereka terlibat masalah jual beli ijazah. Kita tentu masih ingat dengan banyaknya para calon legislatif (caleg), terutama di daerah-daerah yang terbukti menggunakan ijazah palsu demi untuk memenuhi syarat caleg.
Permintaan Eep agar kita membandingkan standar pendidikan pemimpin nasional di sejumlah negara lain, justru tidak rasional. Saran Eep agar Megawati mengambil kuliah, justru tidak realistis karena Pilpres tinggal dua tahun lagi.
Produk Politik
Sebenarnya, wacana syarat capres minimal S1 merupakan lagu lama. Coba tengok kembali proses pembentukan UU 23/2003 tentang Pemilu Presiden dan Wapres. Pada waktu itu ada tiga isu yang digulirkan. Pertama, pendidikan minimal capres-cawapres adalah S-1. Kedua, terdakwa tidak boleh menjadi capres-cawapres. Ketiga, pasangan capres-cawapres hanya dapat diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilu anggota DPR.
Isu pertama digulirkan dengan tujuan untuk menjegal Megawati, dan isu kedua digulirkan untuk menjegal Akbar Tandjung, sebab pada waktu itu Akbar berstatus terdakwa dalam kasus korupsi Bulog. Adapun isu ketiga digulirkan untuk menjegal pasangan calon yang diusung oleh partai "kecil", yakni Amien Rais.
Sebagaimana diketahui, setelah melalui kompromi antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, akhirnya pasal tentang syarat pendidikan minimal S1 dan pasal tentang larangan terdakwa menjadi capres-cawapres didrop.
Sementara itu, syarat minimal parpol yang dapat mengajukan pasangan capres-cawapres, yakni 20%, tetap dimasukkan dalam Pasal 5 Ayat (4) UU Pilpres. Setelah isu pendidikan capres-cawapres minimal S1 kembali bergulir dan banyak yang pro dan kontra, lalu kepentingan apakah yang akan dimainkan, baik oleh pihak pro maupun pihak kontra tersebut?
Pihak pro yang paling getol terhadap syarat tersebut adalah Amien Rais. Memang, Amien Rais pernah mengatakan kalau dia sudah tidak berminat untuk maju sebagai capres. Namun, apakah perkataan tersebut bisa dipegang?
Dalam dunia politik, apabila ada peluang yang menguntungkan, tentu akan dimanfaatkan oleh para politikus. Dulu Amien Rais mengatakan tidak berminat menjadi capres, karena beranggapan bahwa dia tidak akan bisa menang.
Partai pendukungnya, PAN, tidak akan dapat memeroleh suara signifikan, sehingga tidak akan dapat dimanfaatkan oleh Amien Rais sebagai kendaraannya.
Akan tetapi, dengan adanya isu syarat capres harus S1, Amien Rais dapat memainkan kepentingan melalui parlemen, dengan cara bagaimana agar syarat minimal parpol untuk mengajukan pasangan capres-cawapres -sebagaimana diatur dalam UU Pilpres sekarang- dapat diubah, sehingga ia dapat maju kembali menjadi capres pada Pilpres 2009.
Sementara itu pihak yang kontra terhadap usulan syarat minimal pendidikan capres S1, seperti Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali, melihat bahwa Megawati merupakan potensi yang cukup menguntungkan jika diajak bekerja sama, terutama menjelang Pilpres 2009.(68)
-- Hananto Widodo, dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya
sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar